Peran legal drafting sebagai perlindungan

Cara Contract Drafting Melindungi Startup dan UKM dari Sengketa

 Peran legal drafting sebagai perlindungan

Banyak pebisnis, terutama di tahap awal membangun usaha, seringkali menomorduakan urusan hukum. Fokus utama mereka biasanya ada pada pemasaran, operasional, hingga inovasi produk. Namun, ketika berbicara soal kontrak dan legal drafting, tidak sedikit yang menganggapnya sekadar formalitas.

Kasus umum yang sering terjadi antara lain:

  1. Kerja sama tanpa kontrak tertulis hanya berdasarkan lisan atau kepercayaan. 
  2. Kontrak seadanya, mengambil template dari internet tanpa penyesuaian konteks bisnis. 
  3. Tidak memahami klausul penting seperti terminasi, force majeure, atau penyelesaian sengketa. 
  4. Mengabaikan bahasa hukum yang bisa menimbulkan multi interpretasi.

Contoh nyata bisa dilihat pada startup yang melakukan kolaborasi dengan investor tanpa kontrak detail mengenai pembagian saham. Ketika usaha berkembang, muncul sengketa yang memakan waktu dan biaya besar.

Tanpa kontrak yang jelas, posisi bisnis menjadi rentan. Bahkan mitra atau klien yang awalnya dipercaya bisa sewaktu-waktu mengubah kesepakatan. Hal inilah yang membuat banyak UKM maupun perusahaan besar akhirnya terjebak dalam sengketa hukum.

Peran Legal Drafting sebagai Perlindungan

Legal drafting bukan hanya menyusun kontrak, melainkan strategi untuk melindungi kepentingan bisnis. Fungsi utamanya adalah:

  • Mengatur hak dan kewajiban para pihak agar tidak ada yang merasa dirugikan. 
  • Memberi kepastian hukum dengan dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan. 
  • Mencegah sengketa dengan merumuskan klausul penyelesaian sejak awal. 
  • Membangun kredibilitas bisnis karena mitra melihat perusahaan serius dalam aspek legalitas.

Dalam konteks bisnis modern, legal drafting sudah menjadi kebutuhan, bukan pilihan. Bahkan perusahaan global tidak akan menjalin kerja sama tanpa kontrak yang dirancang profesional.

Pebisnis yang memahami peran ini biasanya lebih tahan terhadap risiko. Kontrak yang baik ibarat “payung hukum” yang siap melindungi kapan pun hujan sengketa datang.

Risiko yang Bisa Dihindari

Dengan legal drafting yang tepat, ada sejumlah risiko yang dapat diminimalisir, antara lain:

  1. Risiko finansial, kerugian akibat klaim sepihak bisa ditekan. 
  2. Risiko reputasi, bisnis terhindar dari isu sengketa yang mencoreng nama baik. 
  3. Risiko operasional, kerja sama lebih jelas sehingga tidak terjadi miskomunikasi. 
  4. Risiko hukum, potensi tuntutan hukum bisa dicegah dengan klausul penyelesaian yang jelas. 
  5. Risiko relasi bisnis, kontrak menjadi panduan hubungan profesional agar tetap sehat.

Contoh: perusahaan distribusi yang tidak membuat klausul force majeure saat pandemi akhirnya terpaksa tetap membayar penalti karena keterlambatan pengiriman. Jika drafting dilakukan dengan baik, hal tersebut bisa dihindari.

Contoh Nyata Kerugian karena Abai Drafting

Beberapa studi kasus berikut bisa menggambarkan dampak serius akibat mengabaikan legal drafting:

  • Kasus Startup A: melakukan kerja sama dengan vendor teknologi tanpa kontrak detail. Ketika sistem bermasalah, vendor lepas tangan. Startup harus menanggung kerugian miliaran rupiah. 
  • Kasus UKM B: meminjam modal dari investor hanya dengan perjanjian lisan. Saat bisnis tumbuh, investor menuntut kepemilikan saham lebih besar dari yang disepakati. Tanpa dokumen tertulis, UKM kalah posisi. 
  • Kasus Perusahaan C: mengandalkan template kontrak asing untuk proyek lokal. Karena tidak sesuai hukum nasional, kontrak batal demi hukum di pengadilan.

Kerugian yang timbul bukan hanya finansial, tetapi juga reputasi dan kepercayaan dari mitra bisnis.

Solusi Sederhana untuk UKM

Banyak UKM merasa legal drafting itu mahal dan rumit. Padahal ada solusi sederhana yang bisa dilakukan, antara lain:

  1. Menggunakan jasa konsultan hukum untuk kontrak penting meski dengan skala terbatas. 
  2. Mempelajari prinsip dasar legal drafting lewat pelatihan singkat atau modul online. 
  3. Menyimpan semua perjanjian dalam bentuk tertulis, meski sederhana, agar ada bukti hukum. 
  4. Menyusun checklist klausul penting, seperti hak & kewajiban, terminasi, dan penyelesaian sengketa. 
  5. Menghindari copy-paste kontrak dari internet tanpa penyesuaian hukum lokal.

Dengan langkah ini, UKM bisa meminimalkan potensi sengketa tanpa harus mengeluarkan biaya besar. Kontrak sederhana tapi jelas jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali.

Legal drafting sering dianggap remeh, padahal perannya sangat vital bagi keberlangsungan bisnis. Banyak kasus sengketa sebenarnya bisa dihindari jika sejak awal kontrak disusun dengan baik. Pebisnis yang memahami hal ini akan lebih siap menghadapi risiko sekaligus menjaga reputasi.

Untuk UKM maupun startup, solusi sederhana bisa dimulai dari kontrak tertulis yang memuat klausul penting. Seiring pertumbuhan bisnis, penggunaan jasa hukum profesional akan semakin diperlukan.

Jangan tunggu sampai masalah datang. Legal drafting adalah investasi kecil untuk perlindungan besar. Banyak pebisnis menyepelekan drafting hingga menanggung kerugian besar. Jangan ulangi kesalahan mereka, klik tautan ini untuk melihat jadwal terbaru dan penawaran spesial.

Referensi

  • Black’s Law Dictionary, 11th Edition. 
  • Cheeseman, H. R. (2020). Business Law. Pearson. 
  • Hukumonline.com – Artikel tentang drafting kontrak bisnis di Indonesia. 
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1320 tentang syarat sah perjanjian. 
  • World Bank, Doing Business Report (2022) – aspek kontrak dan penyelesaian sengketa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page