Relevansi dengan dunia kerja

Kenapa Legal Drafting Harus Jadi Prioritas di Kurikulum Hukum?

Relevansi dengan dunia kerja

Pendidikan hukum di perguruan tinggi selama ini sering dianggap terlalu teoritis. Banyak mahasiswa mampu mengutip pasal atau doktrin, tetapi kesulitan ketika diminta membuat draft kontrak, surat gugatan, atau legal opinion yang rapi. Di sinilah legal drafting menjadi elemen penting dalam membentuk lulusan hukum yang siap kerja. Artikel ini mengulas bagaimana kurikulum hukum menempatkan legal drafting, tantangan yang dihadapi dunia pendidikan, pendapat dosen hukum ternama, hingga rekomendasi pembelajaran yang lebih aplikatif.

Kurikulum Hukum & Drafting

Sebagian besar fakultas hukum di Indonesia masih menitikberatkan pada teori hukum, sejarah hukum, filsafat hukum, dan perbandingan sistem hukum. Mata kuliah legal drafting memang mulai dimasukkan dalam beberapa kurikulum, tetapi porsinya masih terbatas.

Legal drafting mencakup keterampilan menyusun dokumen hukum seperti:

  • Kontrak
  • Surat kuasa
  • Perjanjian kerjasama
  • Legal opinion
  • Surat gugatan dan jawaban

Di negara-negara dengan sistem pendidikan hukum yang lebih maju, drafting dianggap sebagai mata kuliah inti. Mahasiswa tidak hanya belajar menulis kontrak, tetapi juga berlatih simulasi negosiasi, mengoreksi draft orang lain, serta memahami implikasi hukum dari setiap kata yang digunakan.

Banyak mahasiswa hukum di Indonesia baru menyadari pentingnya drafting saat magang atau bekerja di firma hukum. Padahal, keterampilan ini bisa dilatih sejak dini dalam perkuliahan.

Tantangan Pendidikan Hukum Saat Ini

Ada beberapa tantangan utama yang membuat keterampilan drafting kurang mendapat porsi memadai dalam pendidikan hukum di Indonesia:

  1. Orientasi pada teori
    Banyak dosen masih menekankan hafalan pasal dan doktrin dibanding praktik langsung.

  2. Minimnya dosen praktisi
    Tidak semua dosen berpengalaman sebagai advokat, konsultan hukum, atau notaris. Akibatnya, mahasiswa kurang mendapat gambaran nyata tentang dunia drafting.

  3. Kurangnya fasilitas pendukung
    Workshop drafting memerlukan studi kasus, template kontrak, hingga software pendukung. Banyak fakultas hukum belum menyiapkan sarana ini secara optimal.

  4. Keterbatasan waktu dalam kurikulum
    Mata kuliah legal drafting biasanya hanya ditempatkan di semester akhir dengan bobot kecil.

  5. Kesenjangan dengan kebutuhan industri
    Perusahaan, firma hukum, dan instansi pemerintah menuntut lulusan yang mampu menulis kontrak dan dokumen hukum tanpa harus dilatih ulang secara panjang.

Pendapat Dosen Hukum Ternama

Beberapa dosen hukum terkemuka menekankan betapa pentingnya legal drafting bagi pendidikan hukum modern.

  • Prof. Hikmahanto Juwana (UI) menegaskan bahwa lulusan hukum harus siap menghadapi kebutuhan industri. Menurutnya, kemampuan menyusun dokumen hukum sama pentingnya dengan memahami teori hukum internasional.

  • Prof. Yuliandri (Unand, mantan Rektor Universitas Andalas) menyebutkan bahwa salah satu kelemahan lulusan hukum Indonesia adalah rendahnya keterampilan praktis, termasuk legal drafting. Ia menekankan bahwa kurikulum harus memberi ruang besar bagi praktik menulis hukum.

  • Dr. Bivitri Susanti (Sekolah Tinggi Hukum Jentera) mengungkapkan bahwa pembelajaran hukum harus berbasis problem solving. Drafting bisa dijadikan media belajar yang melatih analisis kasus sekaligus kemampuan berbahasa hukum yang tepat.

Pendapat para dosen ini memperlihatkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk memperkuat posisi legal drafting dalam pendidikan hukum.

Relevansi dengan Dunia Kerja

Legal drafting tidak hanya bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin menjadi advokat atau notaris. Hampir semua profesi hukum membutuhkan keterampilan ini.

  • Advokat: Membuat gugatan, jawaban, replik, duplik, hingga kontrak klien.

  • Notaris: Menyusun akta otentik yang sah dan tidak menimbulkan celah hukum.

  • In-house lawyer: Membuat kontrak bisnis, perjanjian kerjasama, dan memberikan opini hukum.

  • Akademisi: Menulis penelitian hukum terapan yang memerlukan analisis bahasa hukum.

  • Pegawai pemerintah: Menyusun peraturan, keputusan, atau dokumen resmi lain.

Di era globalisasi, drafting juga harus memperhatikan standar internasional. Misalnya, kontrak lintas negara menggunakan bahasa Inggris hukum (legal English) yang menuntut ketelitian ekstra. Kesalahan penerjemahan atau penggunaan istilah bisa berakibat pada kerugian bisnis bernilai besar.

Selain itu, drafting juga menjadi nilai tambah bagi karier. Lulusan hukum dengan kemampuan drafting yang mumpuni lebih mudah diterima di firma hukum top atau perusahaan multinasional.

Rekomendasi Pembelajaran

Agar pendidikan hukum lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja, ada beberapa rekomendasi pembelajaran legal drafting:

  1. Integrasi sejak awal perkuliahan
    Drafting sebaiknya tidak hanya diajarkan di semester akhir, tetapi diperkenalkan sejak tahun pertama melalui latihan menulis singkat.

  2. Kolaborasi dengan praktisi hukum
    Menghadirkan advokat, notaris, atau konsultan hukum sebagai dosen tamu dapat memberikan perspektif nyata kepada mahasiswa.

  3. Studi kasus riil
    Mahasiswa perlu belajar dari kontrak, gugatan, atau dokumen hukum yang pernah digunakan dalam praktik (dengan anonimisasi).

  4. Penggunaan teknologi
    Software legal drafting berbasis AI kini mulai tersedia. Penggunaan aplikasi ini bisa membantu mahasiswa belajar menyusun kontrak lebih efisien.

  5. Kompetisi drafting
    Fakultas hukum bisa mengadakan lomba drafting untuk melatih keterampilan sekaligus menumbuhkan kreativitas hukum mahasiswa.

  6. Pendekatan bilingual
    Mahasiswa perlu dibiasakan drafting dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris agar siap menghadapi kontrak internasional.

  7. Feedback intensif
    Mahasiswa harus mendapat evaluasi detail atas draft mereka, bukan hanya nilai angka. Umpan balik membantu mereka memahami kesalahan redaksional maupun substansial.

Legal drafting adalah keterampilan inti yang wajib dikuasai setiap mahasiswa hukum. Tanpa kemampuan ini, lulusan hukum akan kesulitan bersaing di dunia kerja yang menuntut kecepatan, ketelitian, dan relevansi.

Pendapat para dosen hukum menunjukkan urgensi untuk memperkuat kurikulum drafting di perguruan tinggi. Melalui integrasi dalam kurikulum, kolaborasi dengan praktisi, pemanfaatan teknologi, serta latihan berkelanjutan, mahasiswa bisa lebih siap menghadapi tantangan profesi hukum modern.

Pada akhirnya, pendidikan hukum yang kuat di bidang drafting tidak hanya menguntungkan mahasiswa, tetapi juga meningkatkan kualitas layanan hukum di Indonesia secara keseluruhan.

Simak insight akademisi tentang peran penting drafting dalam dunia hukum dan bisnis, klik tautan ini untuk melihat jadwal terbaru dan penawaran spesial.

Referensi

  • Hikmahanto Juwana, Hukum Internasional dan Implikasi Praktiknya di Indonesia, UI Press, 2019.

  • Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik, Rajawali Pers, 2010.

  • Bivitri Susanti, Legal Education Reform in Indonesia, Jentera School of Law, 2021.

  • Garner, B. A. (2013). Legal Writing in Plain English. University of Chicago Press.

  • Redfern, A., & Hunter, M. (2015). Law and Practice of International Commercial Arbitration. Sweet & Maxwell.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page