Panduan Praktis Menyusun Naskah Akademik dan RUU yang Profesional dan Efektif

Naskah akademik bukan sekadar formalitas dalam proses pembentukan undang-undang. Ia adalah fondasi ilmiah dan konseptual dari setiap rancangan peraturan perundang-undangan (RUU). Tanpa naskah akademik yang kuat, regulasi sering kehilangan arah, tumpang tindih, atau bahkan menimbulkan masalah baru di tahap implementasi.
Secara hukum, penyusunan naskah akademik diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3), yang menegaskan pentingnya kajian ilmiah, filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam setiap rancangan peraturan. Naskah akademik berfungsi untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang dituangkan dalam bentuk peraturan memiliki dasar rasional, berorientasi pada kebutuhan masyarakat, dan sesuai dengan sistem hukum nasional.
Dalam praktiknya, banyak penyusun naskah akademik yang masih terjebak pada pola formalitas sekadar memenuhi dokumen tanpa menggali substansi. Padahal, naskah akademik yang baik dapat menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan publik, memastikan bahwa keputusan legislatif berdiri di atas argumen logis, bukti empiris, dan nilai-nilai keadilan.
Artikel ini akan membahas 5 langkah praktis untuk menyusun naskah akademik dan rancangan undang-undang (RUU) secara profesional, serta tips menghubungkan aspek teoritis dengan praktik hukum agar hasil penyusunan benar-benar berkualitas dan relevan.
Langkah 1: Identifikasi Masalah dan Urgensi Regulasi
Setiap proses penyusunan naskah akademik harus dimulai dengan identifikasi masalah yang jelas. Tahapan ini menentukan arah penelitian, pembahasan, dan argumentasi hukum yang akan dibangun.
Langkah pertama melibatkan tiga aspek utama:
- Analisis kondisi faktual – Pahami situasi nyata yang terjadi di lapangan, baik melalui data statistik, hasil penelitian, maupun laporan lembaga pemerintah dan swasta. Misalnya, peningkatan kasus pelanggaran perlindungan data pribadi bisa menjadi dasar untuk menyusun RUU Perlindungan Data.
- Evaluasi regulasi yang ada – Teliti apakah peraturan sebelumnya sudah mengatur isu tersebut secara memadai. Jika belum, cari celah hukum yang perlu diperbaiki.
- Uji urgensi pembentukan aturan baru – Pastikan masalah tersebut tidak bisa diselesaikan hanya dengan penegakan hukum yang sudah ada.
Proses identifikasi ini juga membantu penyusun naskah akademik menentukan apakah diperlukan revisi peraturan atau pembuatan undang-undang baru. Kesalahan di tahap ini sering menyebabkan naskah akademik menjadi tumpang tindih dengan kebijakan lain, bahkan berpotensi menimbulkan konflik norma.
Sebagai contoh, dalam penyusunan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT), tim penyusun melakukan pemetaan terhadap berbagai peraturan ketenagakerjaan yang sudah berlaku, menilai kekosongan hukum, dan mengidentifikasi urgensi perlindungan bagi kelompok rentan. Pendekatan seperti ini memastikan regulasi yang dihasilkan benar-benar menjawab kebutuhan publik.
Langkah 2: Rancang Kerangka Teoretis dan Landasan Filosofis
Langkah kedua adalah menyusun kerangka berpikir yang logis dan ilmiah. Naskah akademik yang baik tidak hanya menjelaskan masalah, tetapi juga menjabarkan mengapa kebijakan tertentu layak dijadikan hukum.
Kerangka teoretis terdiri dari beberapa elemen penting:
- Landasan filosofis, yang menjelaskan nilai-nilai dasar seperti keadilan, kemanusiaan, dan kesejahteraan sosial.
- Landasan yuridis, yang menunjukkan posisi RUU dalam hierarki peraturan serta keterkaitannya dengan sistem hukum yang sudah ada.
- Landasan sosiologis, yang mendeskripsikan kebutuhan masyarakat dan perubahan sosial yang terjadi.
- Landasan empiris, yang mendukung argumen dengan data, studi kasus, dan temuan penelitian.
Langkah ini berfungsi untuk memberi arah normatif dan akademik bagi perancang undang-undang. Tanpa fondasi teoretis yang kuat, regulasi berisiko kehilangan konsistensi dan menimbulkan multitafsir saat diterapkan.
Sebagai ilustrasi, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) berhasil memperlihatkan integrasi yang baik antara nilai keadilan gender (filosofis), kebutuhan perlindungan korban (sosiologis), dan harmonisasi dengan KUHP (yuridis). Pendekatan multidimensi seperti ini menjadikan naskah akademik lebih meyakinkan secara ilmiah dan relevan secara sosial.
Langkah 3: Lakukan Analisis Perbandingan dan Benchmarking
Setelah kerangka teoretis tersusun, penyusun perlu melakukan analisis perbandingan hukum (comparative study). Langkah ini berfungsi untuk memperkaya perspektif dan menghindari bias nasional semata.
Benchmarking dapat dilakukan melalui:
- Kajian regulasi di negara lain – Pelajari bagaimana negara-negara dengan sistem hukum serupa mengatur isu yang sama. Misalnya, dalam penyusunan RUU Perlindungan Data Pribadi, Indonesia banyak mengacu pada model regulasi Uni Eropa (GDPR) untuk menyesuaikan standar internasional.
- Analisis praktik terbaik (best practices) – Pelajari bagaimana implementasi kebijakan di negara lain berhasil atau gagal. Aspek ini membantu penyusun memahami konsekuensi dari setiap pilihan norma.
- Adaptasi terhadap konteks nasional – Hasil benchmarking tidak bisa disalin mentah-mentah. Setiap model hukum harus disesuaikan dengan nilai budaya, sistem hukum, dan kapasitas kelembagaan Indonesia.
Analisis perbandingan menambah kredibilitas ilmiah naskah akademik. Regulasi yang disusun dengan mempertimbangkan pengalaman internasional cenderung lebih matang, progresif, dan siap menghadapi tantangan globalisasi hukum.
Langkah 4: Rumuskan Konsep dan Struktur RUU
Langkah keempat adalah tahap perumusan substansi. Setelah masalah, teori, dan perbandingan hukum terkumpul, penyusun mulai merumuskan konsep norma dan struktur pasal yang akan dituangkan dalam RUU.
Tahap ini meliputi:
- Perumusan tujuan pembentukan undang-undang, yang dijabarkan dari hasil analisis masalah.
- Penentuan ruang lingkup pengaturan, agar tidak tumpang tindih dengan undang-undang lain.
- Penyusunan sistematika pasal-pasal, yang mengikuti kaidah bahasa hukum dan teknik perundang-undangan (sesuai Lampiran II UU P3).
- Simulasi dampak hukum (legal impact analysis), untuk menilai potensi konsekuensi sosial, ekonomi, dan administratif dari norma yang diusulkan.
Penyusunan RUU yang baik harus menghubungkan argumentasi ilmiah dalam naskah akademik dengan redaksi normatif dalam pasal-pasal. Banyak penyusun pemula gagal di sini karena naskah akademik mereka kuat secara teori, tetapi tidak terhubung secara logis dengan isi pasal.
Contohnya, dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), setiap norma pasal dirancang berdasarkan hasil analisis empiris tentang tingginya angka kematian ibu dan anak, memastikan keterkaitan erat antara kajian dan kebijakan.
Langkah 5: Validasi, Konsultasi Publik, dan Finalisasi
Langkah terakhir adalah memastikan legitimasi dan akurasi naskah akademik melalui proses validasi. Tahap ini penting untuk memastikan bahwa rancangan yang disusun benar-benar dapat diterima oleh publik dan memiliki dasar ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Tahapan validasi mencakup:
- Konsultasi dengan ahli dan pemangku kepentingan – Libatkan pakar hukum, akademisi, lembaga pemerintah, dan masyarakat terdampak untuk memberikan masukan.
- Uji publik (public hearing) – Dengarkan kritik dan aspirasi masyarakat agar regulasi tidak bersifat elitis.
- Revisi akhir dan harmonisasi bahasa hukum – Sesuaikan istilah, format, dan konsistensi antar pasal dengan standar legal drafting nasional.
- Pengesahan naskah final – Setelah melalui proses uji akademik dan publik, dokumen diserahkan ke lembaga pembentuk undang-undang untuk tahap pembahasan politik.
Proses validasi bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk akuntabilitas ilmiah dan demokratis. Ketika masyarakat merasa dilibatkan sejak awal, legitimasi hukum yang lahir dari RUU tersebut akan jauh lebih kuat.
Tips Menghubungkan Aspek Teoritis dan Praktik Hukum
Salah satu tantangan utama penyusun naskah akademik adalah menjembatani antara teori akademik dan kebutuhan praktis hukum. Berikut beberapa tips yang dapat diterapkan:
- Gunakan pendekatan interdisipliner. Jangan hanya berpijak pada teori hukum. Sertakan analisis ekonomi, sosial, dan politik untuk memahami konteks masalah secara utuh.
- Fokus pada implementasi. Setiap usulan norma sebaiknya diikuti dengan mekanisme pelaksanaan dan pengawasan. Hal ini mencegah terjadinya aturan yang sulit diterapkan.
- Tulis dengan bahasa hukum yang jelas. Hindari jargon akademik berlebihan yang bisa mengaburkan makna norma.
- Gunakan data empiris sebagai penguat argumentasi. Data lapangan memperkuat keabsahan teori dan menunjukkan relevansi kebijakan dengan realitas sosial.
- Konsisten antara naskah akademik dan draf RUU. Pastikan setiap bagian teori memiliki representasi yang jelas dalam pasal-pasal.
Hubungan harmonis antara teori dan praktik menjadikan naskah akademik tidak hanya memenuhi syarat formal, tetapi juga berfungsi nyata sebagai panduan penyusunan kebijakan publik yang efektif.
Naskah Akademik Berkualitas, Regulasi Terpercaya
Menyusun naskah akademik dan RUU secara profesional bukan pekerjaan teknis semata, melainkan proses ilmiah dan strategis yang menuntut analisis mendalam, ketepatan metodologi, serta kemampuan menggabungkan teori dan praktik hukum.
Lima langkah praktis yang dibahas—mulai dari identifikasi masalah, perumusan teori, benchmarking, penyusunan konsep RUU, hingga validasi publik—menjadi kerangka kerja yang dapat diandalkan untuk menghasilkan regulasi yang legitimate, logis, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
Ketika naskah akademik disusun dengan standar profesional, ia tidak hanya menjadi dokumen pelengkap, tetapi juga alat kendali mutu hukum nasional. Regulasi yang lahir dari proses akademik yang solid akan lebih adaptif, adil, dan efektif menjawab tantangan zaman.
Susun naskah akademik dan RUU dengan standar profesional. Tingkatkan kemampuan Anda lewat pelatihan Legislative Drafting berbasis praktik. Klik tautan ini untuk melihat jadwal terbaru dan penawaran spesial.
Referensi
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
- Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 20 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyusunan Naskah Akademik.
- Hukumonline (2024). Panduan Praktis Penyusunan Naskah Akademik dan RUU di Indonesia.
- Mahkamah Agung RI. (2023). Pedoman Teknik Perancangan Peraturan Perundang-Undangan.
- Nugroho, Riant. (2018). Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisis, dan Manajemen.
- Bappenas. (2022). Best Practice dalam Penyusunan Regulasi Berbasis Bukti Empiris.
