5 Teknik Editing Legislative Drafting yang Menentukan Kualitas Regulasi

Banyak perancang peraturan terlalu fokus pada substansi dan struktur hukum, namun lupa bahwa tahap editing dalam legislative drafting sama pentingnya dengan proses penyusunan pasal. Editing bukan sekadar memperbaiki tata bahasa. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan konsistensi istilah, kejelasan norma, dan kesesuaian antar pasal agar regulasi mudah dipahami dan tidak multitafsir.
Di tahap ini, kesalahan kecil seperti penempatan tanda baca, perbedaan istilah, atau redaksi yang ambigu bisa berdampak besar. Ketidakhati-hatian dalam editing sering menyebabkan peraturan ditafsirkan berbeda di lapangan, bahkan berujung pada celah hukum atau konflik penegakan.
Editing yang baik memastikan naskah regulasi presisi, logis, dan taat asas hukum. Seorang drafter profesional memahami bahwa tahap penyuntingan bukan pelengkap, tetapi bagian integral dari pembentukan hukum yang efektif.
Teknik 1: Konsistensi Istilah dan Terminologi Hukum
Langkah pertama dalam editing legislative drafting adalah memastikan konsistensi penggunaan istilah hukum. Setiap kata dalam regulasi memiliki konsekuensi yuridis. Karena itu, istilah tidak boleh berubah-ubah kecuali ada alasan substansial.
Misalnya, jika dalam Pasal 1 disebutkan istilah “Pemerintah Daerah”, maka seluruh bagian naskah harus menggunakan istilah yang sama, bukan “Pemda” atau “pemerintah kabupaten/kota”. Inkonsistensi semacam ini bisa menimbulkan perbedaan tafsir saat implementasi.
Penerapan teknik ini mencakup:
- Menyusun glosarium internal untuk istilah yang digunakan.
- Melakukan cross-check antar pasal untuk memastikan penggunaan kata seragam.
- Mengacu pada pedoman peraturan perundang-undangan, seperti UU Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 12/2011.
Konsistensi istilah menjadi pondasi agar naskah peraturan tidak menimbulkan kerancuan. Di tahap editing, pemeriksaan istilah wajib dilakukan oleh lebih dari satu editor untuk memastikan objektivitas hasil akhir.
Teknik 2: Struktur Kalimat yang Logis dan Efektif
Regulasi yang baik harus menyampaikan norma hukum secara tegas, ringkas, dan logis. Struktur kalimat panjang dengan banyak anak kalimat sering membuat pasal sulit dipahami. Editing yang baik memecah kalimat kompleks menjadi bentuk yang lebih efisien tanpa mengubah maknanya.
Contoh kalimat yang buruk:
“Setiap orang yang dengan sengaja, karena kelalaiannya, melakukan atau tidak melakukan tindakan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup akan dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Contoh yang disederhanakan:
“Setiap orang yang sengaja atau lalai menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Penyusunan kalimat efektif dilakukan dengan:
- Menghindari pengulangan kata yang tidak perlu.
- Memastikan subjek, predikat, dan objek jelas.
- Menempatkan unsur utama di awal kalimat.
- Menghindari istilah teknis berlebihan jika tidak relevan.
Editing pada tahap ini memastikan logika hukum tetap utuh tetapi penyampaian lebih padat dan mudah dibaca.
Teknik 3: Pemeriksaan Hierarki dan Referensi Pasal
Sering kali, dalam proses drafting panjang, terjadi ketidaksesuaian rujukan antar pasal atau hierarki norma. Misalnya, Pasal 12 merujuk ke “Pasal 15” padahal pasal tersebut telah dihapus dalam revisi terakhir. Kesalahan kecil ini dapat menurunkan kredibilitas dokumen hukum.
Teknik editing yang tepat mencakup:
- Pemeriksaan numerik dan urutan pasal secara sistematis.
- Verifikasi silang antara ayat, huruf, dan angka.
- Pengujian hubungan logis antar bab dan bagian.
- Penyesuaian dengan hierarki norma hukum di atasnya (misalnya, jangan bertentangan dengan UU, PP, atau peraturan menteri).
Salah satu praktik baik adalah membuat daftar kontrol rujukan internal dokumen tambahan berisi semua pasal yang saling berkaitan, sehingga mudah memeriksa konsistensi referensi hukum dalam naskah.
Teknik 4: Pengujian Kejelasan Norma dan Potensi Multitafsir
Editing yang baik bukan hanya soal bentuk, tetapi juga substansi normatif. Tujuannya memastikan bahwa setiap pasal memiliki makna tunggal dan tidak membuka ruang interpretasi ganda.
Langkah ini dilakukan dengan:
- Membaca kembali pasal dari sudut pandang pembaca awam dan ahli hukum.
- Menghindari istilah umum seperti “dapat”, “sejauh mungkin”, atau “sebagaimana mestinya” tanpa batasan jelas.
- Menggunakan verba normatif sesuai tingkat kekuatan hukum: “wajib”, “harus”, “dapat”, dan “berhak”.
- Melakukan peer review antar drafter untuk mengidentifikasi potensi multitafsir.
Contoh multitafsir:
“Pemerintah daerah dapat memberikan izin usaha berdasarkan pertimbangan tertentu.”
Kalimat ini membuka ruang tafsir luas karena tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan “pertimbangan tertentu”. Dalam editing, kalimat seharusnya diperjelas menjadi:
“Pemerintah daerah dapat memberikan izin usaha berdasarkan pertimbangan hasil analisis dampak lingkungan dan rekomendasi instansi teknis.”
Editing normatif ini memperkuat kejelasan hukum sekaligus mengurangi risiko sengketa implementasi.
Teknik 5: Penerapan Gaya Bahasa Hukum yang Seragam
Salah satu kesalahan umum dalam legislative drafting adalah penggunaan gaya bahasa hukum yang tidak konsisten. Gaya bahasa tidak sekadar soal pilihan kata, tetapi mencakup cara menulis pasal, tanda baca, kapitalisasi, dan tata urut.
Beberapa prinsip penting:
- Gunakan gaya bahasa formal, netral, dan impersonal.
- Hindari istilah daerah atau bahasa sehari-hari.
- Gunakan huruf kapital hanya sesuai ketentuan tata naskah hukum.
- Gunakan tanda baca (seperti koma atau titik koma) dengan hati-hati karena memengaruhi arti hukum.
Selain itu, setiap instansi biasanya memiliki pedoman gaya drafting internal. Misalnya, Kementerian Hukum dan HAM menggunakan pedoman baku yang merujuk pada UU 12/2011. Editor wajib mengikuti pedoman ini agar naskah sesuai standar nasional.
Editing gaya bahasa juga memastikan setiap peraturan memiliki karakter seragam, memudahkan pembaca hukum memahami struktur logika antar regulasi.
Dampak Editing terhadap Interpretasi Hukum
Editing yang dilakukan secara profesional tidak hanya meningkatkan estetika dokumen hukum, tetapi juga memengaruhi penafsiran norma oleh hakim, penegak hukum, dan masyarakat.
Beberapa dampak nyata dari editing berkualitas:
- Mengurangi potensi gugatan atau uji materi karena pasal lebih jelas dan konsisten.
- Meningkatkan kepercayaan publik terhadap kualitas regulasi pemerintah.
- Memudahkan harmonisasi antar peraturan di tingkat pusat dan daerah.
- Menjadi acuan akademik dan hukum positif bagi kalangan universitas dan lembaga riset.
Dengan kata lain, editing bukan langkah opsional, melainkan bagian penting dari upaya membangun sistem hukum yang kredibel dan berkelanjutan.
Draft yang Rapi Mencerminkan Profesionalisme
Editing dalam legislative drafting bukan sekadar tahap akhir, melainkan cermin profesionalisme seorang perancang regulasi. Ketelitian di tahap ini menentukan bagaimana hukum akan diterapkan dan dipahami publik.
Lima teknik utama konsistensi istilah, struktur logis, pemeriksaan referensi, kejelasan norma, dan gaya bahasa seragam — merupakan kunci menciptakan naskah regulasi yang kokoh. Dengan disiplin menerapkan tahapan editing, seorang drafter tidak hanya menghasilkan teks hukum yang baik, tetapi juga membantu menciptakan sistem regulasi yang adil, efisien, dan transparan.
Bagi instansi, kementerian, maupun profesional hukum, investasi dalam peningkatan kemampuan editing drafting sama pentingnya dengan pelatihan penyusunan pasal. Regulasi yang baik lahir dari naskah yang disunting dengan presisi.
Sempurnakan kualitas regulasi dengan menguasai teknik editing pasal yang presisi. Pelajari tekniknya dalam pelatihan Legislative Drafting kami. Klik tautan ini untuk melihat jadwal terbaru dan penawaran spesial.
Referensi
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
- Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU 12/2011.
- BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional). Pedoman Teknis Legislative Drafting.
- Kementerian Hukum dan HAM RI. Modul Pelatihan Legislative Drafting untuk ASN.
- Garner, Bryan A. Legal Writing in Plain English: A Text with Exercises. University of Chicago Press, 2013.
