Teknik penyusunan pasal dan struktur logis

Mengenal Prinsip dan Teknik Penyusunan Regulasi yang Baik dan Benar

Teknik penyusunan pasal dan struktur logis

Dunia hukum modern tidak hanya membutuhkan pengacara hebat atau hakim yang cermat, tetapi juga perancang regulasi (legal drafter) yang mampu menerjemahkan ide kebijakan menjadi norma hukum yang jelas, terukur, dan dapat diterapkan. Inilah inti dari legislative drafting seni dan ilmu menyusun peraturan perundang-undangan.

Dalam konteks pemerintahan maupun korporasi, kemampuan legislative drafting menentukan kualitas regulasi yang mengatur kehidupan masyarakat dan dunia usaha. Regulasi yang disusun secara tergesa-gesa, tidak sistematis, atau ambigu sering memicu masalah implementasi di lapangan. Akibatnya, muncul tumpang tindih aturan, multitafsir hukum, bahkan gugatan terhadap norma yang dibuat.

Menurut OECD Regulatory Policy Outlook (2021), hampir 60% negara anggota melaporkan bahwa masalah terbesar dalam sistem hukum mereka berasal dari perancangan regulasi yang tidak konsisten atau tidak teruji dampaknya. Artinya, kualitas regulasi tidak hanya bergantung pada substansi kebijakan, tetapi juga pada keterampilan teknis penyusunnya.

Kemampuan legislative drafting profesional menjadi sangat penting karena regulasi modern harus memenuhi banyak aspek sekaligus: kejelasan bahasa, keselarasan antar pasal, konsistensi antar peraturan, serta kemudahan implementasi bagi masyarakat dan pelaku usaha.

Untuk itulah, memahami teknik-teknik drafting yang efektif bukan sekadar tugas biro hukum pemerintah, tetapi juga menjadi kebutuhan bagi konsultan, notaris, corporate legal, maupun lembaga swasta yang terlibat dalam penyusunan kebijakan internal atau regulasi sektoral.

Prinsip Dasar Penyusunan Regulasi yang Efektif

Sebuah regulasi yang efektif tidak lahir dari inspirasi sesaat. Ia merupakan hasil dari penerapan prinsip-prinsip dasar legislative drafting yang mencakup kejelasan, konsistensi, akurasi, dan keterbacaan. Prinsip-prinsip ini menjadi panduan utama agar setiap peraturan yang dirancang mampu menjawab kebutuhan nyata dan mencegah kesalahan interpretasi.

1. Kejelasan dan Kesederhanaan Bahasa

Bahasa hukum sering dianggap kaku dan sulit dipahami. Namun, perancang profesional justru berusaha menyederhanakan kalimat tanpa kehilangan makna hukum. Prinsip plain language drafting yang kini banyak diadopsi di berbagai negara menekankan pentingnya bahasa yang lugas, ringkas, dan langsung pada tujuan.

Contoh sederhana:
Alih-alih menulis “Setiap individu yang telah mencapai usia yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku…”, drafter modern menulis “Setiap orang berusia sekurang-kurangnya 18 tahun…”.

Perubahan kecil seperti ini membuat teks hukum lebih mudah dipahami tanpa mengurangi kepastian norma.

2. Konsistensi Istilah dan Struktur

Konsistensi adalah jiwa dari peraturan. Penggunaan istilah yang berbeda untuk makna yang sama dapat menimbulkan multitafsir. Karena itu, penyusun regulasi profesional membangun glosarium atau definisi istilah di awal pasal agar seluruh ketentuan mengacu pada pengertian yang sama.

Selain itu, struktur antar pasal harus logis: dari ketentuan umum, substansi inti, hingga sanksi dan penutup. Pola struktur ini memastikan pembaca memahami alur regulasi dari “apa, siapa, bagaimana, dan akibatnya apa”.

3. Keterpaduan Antar Peraturan

Sebuah regulasi tidak berdiri sendiri. Ia harus harmonis dengan aturan lain dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Prinsip harmonisasi ini mencegah konflik norma antara peraturan setingkat atau antar level (misalnya antara Peraturan Menteri dan Undang-Undang).

Dalam praktiknya, tim legal drafting melakukan analisis peraturan terkait (regulatory mapping) untuk memastikan tidak ada norma yang tumpang tindih atau kontradiktif.

4. Keterlibatan Pemangku Kepentingan

Regulasi yang efektif lahir dari proses partisipatif. Penyusun profesional akan melakukan public consultation atau stakeholder engagement untuk mengidentifikasi dampak sosial, ekonomi, dan administratif dari rancangan aturan.

Pendekatan ini sejalan dengan better regulation principles yang diterapkan Uni Eropa dan beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia dalam Program Reformasi Regulasi Nasional (2020–2030).

5. Penilaian Dampak Regulasi (Regulatory Impact Assessment)

Sebelum disahkan, rancangan regulasi idealnya diuji melalui Regulatory Impact Assessment (RIA) untuk mengukur efektivitas dan efisiensi penerapan norma.

Tahapan ini membantu pembuat kebijakan memahami konsekuensi ekonomi dan administratif dari regulasi baru, serta menilai apakah manfaatnya sebanding dengan biaya kepatuhan yang timbul.

Dengan menerapkan lima prinsip dasar ini, setiap regulasi memiliki peluang lebih besar untuk menjadi hukum yang adil, jelas, dan berdaya guna.

Teknik Penyusunan Pasal dan Struktur Logis

Perbedaan antara regulasi biasa dan regulasi berkualitas terletak pada ketepatan teknik penyusunan pasal. Setiap kata, tanda baca, hingga urutan kalimat memiliki arti hukum yang dapat memengaruhi tafsir. Karena itu, penyusun profesional memperhatikan struktur logis dan teknik redaksional yang sistematis.

1. Menentukan Tujuan dan Ruang Lingkup

Langkah pertama dalam legislative drafting adalah menetapkan tujuan regulasi secara eksplisit. Tujuan ini akan menjadi kompas bagi seluruh isi peraturan. Misalnya, apakah regulasi dimaksudkan untuk mengatur, membatasi, memfasilitasi, atau melindungi?

Setelah tujuan ditentukan, penyusun harus menetapkan ruang lingkup yang jelas. Regulasi yang terlalu luas cenderung tumpang tindih dengan peraturan lain, sedangkan yang terlalu sempit sering kehilangan daya guna.

Contoh:
Sebuah “Peraturan tentang Pengelolaan Limbah Industri” harus membatasi cakupan pada jenis industri, wilayah yurisdiksi, dan mekanisme pengawasan agar efektif diterapkan.

2. Menyusun Struktur Hierarki Pasal

Regulasi yang baik memiliki struktur hirarkis yang memudahkan navigasi logis. Umumnya terdiri dari:

  • Ketentuan Umum (definisi istilah, ruang lingkup, asas, dan tujuan)

  • Ketentuan Substantif (hak, kewajiban, larangan, mekanisme pelaksanaan)

  • Ketentuan Sanksi (administratif, pidana, atau lainnya)

  • Ketentuan Peralihan (penyesuaian terhadap peraturan lama)

  • Ketentuan Penutup (tanggal berlakunya dan pencabutan aturan lama)

Hierarki ini memastikan bahwa pembaca dapat menelusuri maksud pasal tanpa kehilangan konteks.

3. Menjaga Keterhubungan Antar Pasal

Setiap pasal harus memiliki hubungan sebab-akibat dengan pasal lain. Penyusun profesional menghindari redundancy (pengulangan) atau overlap yang dapat membingungkan pembaca. Salah satu teknik umum adalah cross-reference yang tepat menyebut nomor pasal secara jelas saat mengacu pada ketentuan lain.

Sebagai contoh, pasal yang berbunyi “Ketentuan mengenai pengawasan diatur lebih lanjut dalam Pasal 12” menunjukkan kejelasan arah rujukan, menghindari ambiguitas.

4. Teknik Redaksional dan Penggunaan Bahasa

Dalam penyusunan pasal, setiap kata memiliki bobot hukum. Oleh karena itu, penyusun wajib memahami terminologi hukum standar dan menghindari istilah yang bermakna ganda.
Beberapa kaidah redaksional yang umum digunakan:

  • Gunakan kalimat aktif: “Pejabat berwenang menetapkan izin” lebih baik daripada “Izin ditetapkan oleh pejabat berwenang.”

  • Hindari kata sifat yang subjektif seperti “layak”, “patut”, “segera” tanpa batasan waktu atau ukuran jelas.

  • Gunakan format angka atau huruf bertingkat (1, 2, 3 atau a, b, c) untuk memperjelas butir pasal yang kompleks.

5. Harmonisasi Internal dan Eksternal

Setelah penyusunan pasal selesai, perlu dilakukan penelaahan harmonisasi internal (antar pasal) dan eksternal (dengan peraturan lain). Proses ini biasanya dilakukan oleh Biro Hukum atau Kementerian Hukum untuk memastikan tidak ada konflik norma. Teknik ini penting agar tidak terjadi benturan antara pasal yang saling meniadakan atau menimbulkan multitafsir di lapangan.

6. Pengujian Melalui Simulasi Implementasi

Beberapa lembaga penyusun regulasi profesional kini menerapkan simulasi penerapan pasal (mock implementation) sebelum finalisasi. Tujuannya untuk melihat bagaimana norma akan berfungsi dalam skenario nyata. Simulasi ini membantu memperbaiki kalimat atau mekanisme pelaksanaan yang sulit diterapkan.

Studi Kasus Penyusunan Regulasi yang Berhasil

Untuk memahami penerapan teknik legislative drafting dalam konteks nyata, mari meninjau beberapa studi kasus di tingkat nasional dan internasional.

1. Indonesia: Reformasi UU Cipta Kerja

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja merupakan salah satu contoh penyusunan regulasi berbasis omnibus law pertama di Indonesia. Tujuannya adalah menyederhanakan lebih dari 70 undang-undang sektoral menjadi satu regulasi terpadu.

Keberhasilan UU ini, meskipun sempat menuai kritik, menunjukkan pentingnya teknik harmonisasi dan struktur logis antar pasal. Proses drafting melibatkan ribuan halaman analisis, konsultasi publik, serta revisi bahasa hukum agar konsisten.

Pelajaran penting dari kasus ini adalah: penyusunan regulasi lintas sektor memerlukan koordinasi antar kementerian, validasi substansi, dan sistem manajemen pasal digital untuk menghindari tumpang tindih norma.

2. Inggris: The Plain Language Reform

Pemerintah Inggris pada 1990-an meluncurkan Plain Language Programme untuk memperbaiki kejelasan regulasi. Dalam proyek ini, lebih dari 500 peraturan ditulis ulang dengan bahasa yang lebih sederhana tanpa mengubah substansi hukumnya.

Hasilnya, survei menunjukkan tingkat pemahaman masyarakat terhadap peraturan meningkat 40%. Kasus ini membuktikan bahwa bahasa sederhana bukan berarti dangkal, justru memperkuat legitimasi hukum karena mudah dipahami.

3. Uni Eropa: Digital Regulation Framework

Uni Eropa berhasil mengembangkan Digital Services Act (DSA) dan Digital Markets Act (DMA) dengan pendekatan evidence-based drafting. Sebelum penyusunan final, mereka melakukan impact assessment, stakeholder consultation, dan simulation workshop. Pendekatan ini menghasilkan regulasi digital yang adaptif, konsisten antar negara anggota, dan jelas dalam pembagian kewenangan.

Dari ketiga studi kasus di atas, satu kesimpulan menonjol: regulasi yang baik tidak hanya ditulis dengan benar, tetapi juga disusun dengan metode yang terukur dan partisipatif.

Profesionalisme dalam Drafting Menciptakan Regulasi Berkualitas

Kemampuan legislative drafting bukan sekadar keterampilan menulis norma hukum, tetapi juga kompetensi multidisiplin yang memadukan hukum, kebijakan publik, linguistik, dan manajemen regulasi. Profesional yang menguasainya mampu menciptakan peraturan yang tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga efektif diimplementasikan.

Seorang perancang regulasi profesional memahami bahwa setiap kata memiliki konsekuensi hukum, setiap pasal membawa tanggung jawab sosial, dan setiap struktur logis menentukan keberhasilan implementasi.
Melalui penerapan prinsip dasar, teknik penyusunan yang sistematis, serta pendekatan partisipatif, kualitas regulasi dapat ditingkatkan secara signifikan.

Dalam era di mana regulasi semakin kompleks dan bersifat lintas sektor, profesionalisme dalam legislative drafting menjadi pondasi utama tata kelola hukum yang baik (good regulatory governance).

Dengan demikian, investasi pada pelatihan, sertifikasi, dan praktik drafting berbasis data bukan hanya mendukung kinerja lembaga, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap hukum itu sendiri.

Ingin memahami teknik penyusunan regulasi yang terbukti efektif? Tingkatkan kompetensi Anda melalui pelatihan Legislative Drafting bersama para ahli. Klik tautan ini untuk melihat jadwal terbaru dan penawaran spesial.

Referensi

  1. OECD (2021). Regulatory Policy Outlook 2021. Paris: OECD Publishing.

  2. European Commission (2020). Better Regulation Guidelines. Brussels: EU Secretariat.

  3. Kementerian Hukum dan HAM RI (2022). Pedoman Teknis Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

  4. World Bank (2023). Effective Lawmaking: From Drafting to Implementation. Washington, D.C.

  5. Mahkamah Agung RI (2020). Analisis Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.

  6. House of Commons Library (2021). Plain Language Drafting and Public Understanding of Law.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page