Dasar dan tahapan penyusunan regulasi

Cara Efektif Membangun Karier sebagai Legislative Drafter dari Nol

Dasar dan tahapan penyusunan regulasi

Setiap regulasi, peraturan pemerintah, atau kebijakan publik berawal dari sebuah proses yang rumit namun penting: legislative drafting. Di balik setiap undang-undang yang efektif dan jelas, terdapat perancang yang mampu menerjemahkan ide hukum ke dalam bahasa yang tepat, konsisten, dan mudah dipahami. Skill ini bukan hanya milik legislator atau anggota parlemen, tetapi juga dibutuhkan oleh banyak kalangan profesional lain yang terlibat dalam perancangan kebijakan.

Pegawai negeri sipil (ASN), akademisi, tenaga ahli DPR/DPRD, staf hukum kementerian, hingga konsultan kebijakan memerlukan kemampuan legislative drafting untuk memastikan setiap regulasi yang disusun tidak tumpang tindih atau menimbulkan multitafsir. Bahkan bagi dosen hukum, pengacara, dan mahasiswa hukum, memahami struktur dan logika penyusunan regulasi menjadi bekal penting untuk mendalami fungsi hukum sebagai alat pengatur kehidupan sosial.

Kebutuhan terhadap kemampuan ini semakin mendesak di era modern. Regulasi kini harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, ekonomi, dan dinamika sosial yang cepat berubah. Kesalahan kecil dalam penyusunan pasal dapat menimbulkan konsekuensi hukum besar, mulai dari ketidakefektifan kebijakan hingga gugatan yudisial. Oleh karena itu, mempelajari legislative drafting sejak dini menjadi langkah strategis bagi siapa pun yang ingin berkontribusi dalam menciptakan hukum yang adil dan fungsional.

Dasar dan Tahapan Penyusunan Regulasi

Untuk menjadi ahli legislative drafting, memahami dasar dan tahapan penyusunan regulasi adalah hal pertama yang harus dikuasai. Proses ini tidak bisa dilakukan secara spontan atau asal menulis pasal. Setiap tahapan memiliki tujuan dan prinsip logis yang membentuk kerangka hukum yang kuat.

1. Identifikasi Masalah Hukum

Tahap awal selalu dimulai dengan mengidentifikasi masalah hukum yang ingin diatur. Perancang perlu menjawab pertanyaan mendasar: isu apa yang sedang dihadapi masyarakat? Apakah sudah ada regulasi sebelumnya yang relevan? Jika sudah, di mana letak kekurangannya?

Contohnya, ketika muncul masalah baru dalam perdagangan digital, perancang regulasi harus menelaah apakah undang-undang yang ada sudah mengakomodasi transaksi elektronik dengan baik. Identifikasi ini membantu memastikan bahwa regulasi baru benar-benar dibutuhkan.

2. Analisis Dampak dan Tujuan Regulasi

Setelah masalah teridentifikasi, langkah berikutnya adalah menentukan tujuan dan dampak yang diharapkan. Ini sering disebut Regulatory Impact Assessment (RIA) — suatu metode untuk menilai apakah regulasi akan membawa manfaat lebih besar daripada biaya sosial yang ditimbulkan.

Melalui RIA, perancang dapat menimbang berbagai alternatif kebijakan sebelum memilih opsi terbaik. Analisis ini membantu mencegah lahirnya aturan yang justru menghambat inovasi atau membebani masyarakat.

3. Penyusunan Naskah Akademik

Naskah akademik berfungsi sebagai landasan ilmiah dari regulasi. Dokumen ini menjelaskan latar belakang, teori, dan justifikasi dari setiap ketentuan yang akan dituangkan dalam rancangan peraturan. Dalam konteks pemerintah Indonesia, penyusunan naskah akademik merupakan kewajiban sebelum pembentukan undang-undang atau peraturan daerah.

Bagi pemula, mempelajari struktur naskah akademik akan membantu memahami logika hukum yang menjadi dasar penyusunan regulasi.

4. Perumusan Pasal dan Struktur Hukum

Tahapan inilah inti dari legislative drafting. Di sini, perancang menuangkan ide kebijakan ke dalam pasal-pasal yang memiliki kekuatan hukum. Prosesnya memerlukan kecermatan tinggi setiap kata dan tanda baca bisa memengaruhi makna.

Struktur umum peraturan biasanya terdiri atas:

  • Bagian Umum: mencakup judul, pembukaan, dan konsiderans.

  • Bagian Inti: berisi pasal-pasal yang mengatur substansi hukum.

  • Bagian Penutup: memuat ketentuan peralihan dan penegasan waktu berlaku.

Kunci penting dalam tahap ini adalah konsistensi terminologi, urutan logis antar pasal, dan penggunaan kalimat yang lugas.

5. Harmonisasi dan Uji Publik

Regulasi yang baik tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, harmonisasi menjadi proses wajib sebelum pengesahan. Perancang bekerja sama dengan kementerian atau lembaga terkait untuk memastikan keselarasan antar peraturan.

Uji publik juga penting agar rancangan mendapat masukan dari pihak-pihak yang akan terdampak, seperti masyarakat, dunia usaha, atau akademisi. Tahap ini memastikan regulasi bersifat inklusif dan realistis.

6. Finalisasi dan Pengesahan

Tahap terakhir adalah finalisasi redaksi dan proses pengesahan sesuai tingkatannya — baik di DPR, pemerintah pusat, maupun daerah. Setelah disahkan, regulasi akan diumumkan dalam lembaran negara dan mulai berlaku sesuai ketentuan.

Prinsip Kebahasaan dan Logika Hukum

Bahasa hukum bukan sekadar kumpulan istilah formal. Ia harus menjadi sarana komunikasi yang jelas, konsisten, dan bebas multitafsir. Karena itu, kemampuan kebahasaan dan logika hukum menjadi dua aspek krusial dalam legislative drafting.

1. Gunakan Bahasa yang Tegas dan Jelas

Kejelasan adalah prinsip utama. Kalimat hukum tidak boleh menimbulkan interpretasi ganda. Hindari kata-kata abstrak seperti “dapat”, “sebaiknya”, atau “secara umum” jika konteksnya memerlukan keharusan. Gunakan istilah yang sudah baku dan diakui secara hukum.

Contoh:
Alih-alih menulis “setiap orang sebaiknya melapor”, gunakan “setiap orang wajib melapor”.
Perbedaan satu kata dapat mengubah konsekuensi hukum secara signifikan.

2. Konsistensi Istilah

Perancang pemula sering terjebak menggunakan istilah berbeda untuk makna yang sama, misalnya “perusahaan”, “badan usaha”, dan “entitas bisnis” dalam satu regulasi. Ketidakkonsistenan ini menimbulkan kebingungan dalam penafsiran.

Gunakan glosarium di awal dokumen atau di bagian definisi pasal untuk menjaga konsistensi.

3. Struktur Logika Hukum

Setiap pasal harus disusun berdasarkan urutan sebab-akibat dan hubungan hierarkis antar norma. Sebuah aturan yang baik mengikuti pola: kondisi – tindakan – konsekuensi. Misalnya:

“Setiap pelaku usaha yang tidak melaporkan transaksi wajib dikenai sanksi administratif.”

Logika hukum seperti ini membuat pasal lebih mudah diterapkan dan diawasi.

4. Hindari Kalimat Terlalu Panjang

Kalimat yang terlalu panjang sering menimbulkan multitafsir. Gunakan kalimat pendek dengan satu ide utama. Bila diperlukan penjelasan tambahan, gunakan ayat atau pasal terpisah. Struktur ini akan membantu pembaca memahami isi regulasi tanpa kebingungan.

5. Uji Bacaan dan Simulasi Kasus

Sebelum regulasi disahkan, lakukan uji bacaan atau simulasi penerapan pasal dalam situasi nyata. Langkah ini membantu memastikan bahwa bahasa hukum yang digunakan bisa diterapkan secara konsisten di lapangan.

Rekomendasi Tools dan Pelatihan

Menjadi ahli legislative drafting tidak cukup hanya dengan membaca teori. Diperlukan latihan praktis dan bimbingan dari profesional berpengalaman. Saat ini banyak sumber daya dan pelatihan yang dapat membantu pemula menguasai keterampilan ini secara bertahap.

1. Tools Digital Pendukung Drafting

Berbagai perangkat lunak dan platform daring kini tersedia untuk membantu proses penyusunan regulasi:

  • LegisWrite dan DraftLaw: alat bantu untuk menulis pasal dengan format hukum yang sesuai standar internasional.

  • Google Docs dengan add-on pemeriksa gaya hukum: berguna untuk kolaborasi tim dan pengecekan terminologi.

  • Legal Knowledge Base Systems: basis data yang memuat referensi hukum nasional dan internasional, membantu perancang memahami konteks historis dan komparatif dari suatu regulasi.

Pemanfaatan teknologi ini mempercepat proses drafting sekaligus meningkatkan akurasi redaksi.

2. Pelatihan dan Sertifikasi Profesional

Bagi pemula yang ingin naik tingkat menjadi ahli, pelatihan intensif adalah langkah penting. Beberapa lembaga di Indonesia menyediakan pelatihan Legislative Drafting bersertifikat, seperti:

  • Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
  • Kementerian Hukum dan HAM
  • Lembaga Administrasi Negara (LAN)
  • Lembaga Pelatihan Swasta Profesional yang fokus pada praktik drafting berbasis studi kasus.

Pelatihan semacam ini biasanya mencakup simulasi penyusunan RUU, analisis naskah akademik, dan praktik harmonisasi antar regulasi.

Peserta tidak hanya belajar teori, tetapi juga memahami tantangan nyata dalam merumuskan pasal yang efektif dan dapat diimplementasikan.

3. Komunitas dan Forum Diskusi

Belajar drafting akan lebih efektif bila dilakukan dalam komunitas. Banyak grup profesional, seperti Forum Legislative Drafter Indonesia atau Komunitas Perancang Regulasi Muda, yang rutin berbagi pengalaman, template, dan update regulasi terkini.

Mengikuti forum seperti ini memperluas wawasan dan memungkinkan pembelajaran lintas instansi.

4. Praktik Rutin dan Review Kritis

Kunci menjadi ahli adalah konsistensi berlatih. Biasakan membaca peraturan yang baru diterbitkan dan lakukan analisis kritis terhadap struktur dan gaya penulisannya. Tanyakan:

  • Apakah pasal ini efektif?

  • Apakah bahasanya konsisten?

  • Apakah logikanya mudah diterapkan di lapangan?

Latihan seperti ini membentuk sensitivitas hukum dan kemampuan menilai kualitas regulasi secara objektif.

Belajar Bertahap Menuju Ahli Peraturan

Menjadi ahli legislative drafting bukanlah proses instan. Dibutuhkan ketekunan, logika tajam, dan kemampuan menulis yang disiplin. Setiap regulasi berkualitas lahir dari ketelitian dan profesionalisme penyusunnya.

Bagi pemula, langkah pertama adalah memahami prinsip dasar, struktur hukum, dan kebahasaan yang benar. Setelah itu, barulah kemampuan dapat diasah lewat latihan praktis, uji publik, serta pelatihan intensif.

Dalam jangka panjang, legislative drafting yang baik tidak hanya meningkatkan efektivitas hukum, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ketika setiap pasal disusun dengan cermat dan transparan, hukum menjadi alat yang benar-benar melayani masyarakat.

Mulai perjalanan Anda sebagai perancang regulasi profesional sekarang. Kuasai dasar dan praktik Legislative Drafting dalam pelatihan intensif kami. Klik tautan ini untuk melihat jadwal terbaru dan penawaran spesial.

Referensi

  1. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Pedoman Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, 2023.

  2. United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Legislative Drafting Manual, 2021.

  3. World Bank. Regulatory Impact Assessment Toolkit, 2022.

  4. Kementerian Hukum dan HAM RI. Modul Pelatihan Legislative Drafting, 2024.

  5. Australian Government, Office of Parliamentary Counsel. Drafting Direction and Style Manual, 2022.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You cannot copy content of this page